TEORI-TEORI PSIKOLOGI PERKEMBANG
Kumpulan fakta yang diikat oleh suatu
hokum tertentu akan menjadi pendangan yang berlaku umum kemudian disebut
sebagai teori. Suatu teori harus memenuhi syarat-syarat formal (Miller,1989)
yaitu:
1. Teori harus masuk akal (logis);didalamnya
konsisten artinya tidak ada pernyataan-
pernyataan yang saling bertentangan.
2. Teori secara empiris harus masuk akal;
artinya tidak ada pengamatan ilmiah yang saling berlawanan.
3. Teori harus dapat diuji dan bersifat
hemat; artinya sedapat mungkin terdiri dari beberapa konstruk, proposisi.
4. Teori harus mempunyai cakupan ilmu yang
cukup luas dan mampu mengintregasikan peneliti terdahulu.
Sebagai salah
satu bidang dari psikologi dan sebagai ilmu psikologi perkembangan memiliki
teiori-teori yang ada sampai sekarang
dan dapat digunakan sebagai kerangka acuan untuk memahami perubahan tingkah
laku manusia sesuai dengan perubahan waktu/zaman. Teori-teori psikologiperkembangan yang dapat membantu memahami perkembangan manusia, khususnya
tingkah laku manusia yaitu:
Adalah suatu pandangan
tentang kemanusiaan yang mengutamakan kekuatan ketidak sadaran yang dapat
mendorong tingkah laku manusia.Psikoanalisis adalah metode penyembuhan yang
diperkenalkan Sigmund Freud supaya pasien mempunyai pengertian yang mendalam
mengenai konflik-konflik yang tidak disadari yang bersumber dari masa kecil
yang mempengaruhi tingkah laku dan emosi saat ini.
Sigmund Freud bersama dengan Josefh Breuer
melakukan praktik mengobati penderita histeria. Dari praktik tersebut ia
menemukan metode pengobatan yang disebut psikoanalisis. Dalam mengkaji tingklah
laku manusia pendakatan-pendekatan yang digunakan adalah :
a)
Pendekatan Dinamik
Dalam teorinya Sigmund Freud
menggunakan hokum/prinsip alam diantaranya yaitu :
1)
Hukum konservasi energi
2)
Prinsip kesenangan
3)
Prinsip realitas
b)
Pendekatan Struktural
Pendekatan ini digunakan untuk mengkaji tentang struktur psikologi yang
mengalirkan dorongan-dorongan psikis
yang ada (struktur berfungsi sebagai mediator) antara dorongan dan tingkah
laku. Menurut Sigmund Freud ada tiga
struktur utama yaitu: Id, Ego,dan Superego
1)
Id,
Merupakan dorongandan motif yang tidak disadari (telah ada sejak lahir)dan
bertindak atas dasar prinsip kesenangan, berusaha untuk dipuaskan secara
langsung dan sesegera mungkin.
2)
Ego,
Merupakan mekanisme untuk beradaptasi terhadap realitas. Ergo biasanya menunda dorongan
psikis yang berasal dari Id sampai ada jalan yang dapat diterima oleh realitas.
Ego juga bertindak sebagai mediator antara Id dan Super Ego.
3)
Super Ego dapat dianalogikan dengan hati nurani,
disamping itu Super Ego mempunyai nilai-nilai yang disampaikan orang tua maupun
masyarakat lainnya.
c)
Mekanisme Pertahanan Diri
Bahaya yang dating dari Id dan lingklungan dapat menimbulkan kecemasan,
oleh karena itu sedapat mungkin ego dapat mengatasi secara realistis dengan
menggunakan kemampuan dan keteramp[ilan pemecahan masalah yang dimiliki.
Apabila bahaya itu berlebihan dan mengancam ego, maka dipergunakan mekanisme
pertahanan diri.
Mekanisme pertahanan diri yang lazim digunakan
adalah:
1)
Regresi
2)
Proyeksi
3)
Reaksi formasi
4)
Represi
5)
Sublimasi
6)
Fiksasi
d)
Pendekatan Topografi
Menurut Sigmund Freud dalam fikiran manusia terdapat tiga kawasan
yaitu; kawasan ketidak sadaran, kawasan pra kesadaran, kawasan kesadaran.
Ketidaksadaran adalah suatu kawasan yang luas tetapi tidak diketahui,
sedangkan pra kesadaran adalah kawasan yang dikenal.
e)
Pendekatan Bertahap
Freud berpendapat bahwa dalam perkembangan manusia terdapat dua hal
pokok yaitu:
1)
Bahwa tahun-tahun awal kehidupan memegang peranan
penting bagi pembentukan kepribadian.
2) Bahwa perkembangan manusia meliputi
tahap-tahap psikoseksual:
-
Tahap
oral ( sejak lahir hingga 1tahun )
-
Tahap anal (
usia 1-3 tahun )
-
Tahap phalik ( usia 3-5 tahun)
-
Tahap laten ( usia 5 – awal pubertas)
-
Tahap genital ( masa remaja)
a.
Perkembangan Psikososial
Seperti halnya Freud, E.
Erikson mengatakan bahwa perkembangan manusia terdiri dari beberapa tahap.
Setiap anak harus mampu mengatasi krisis atau konflik yang terjadi pada setioap
tahap agar siap menghadapi berbagai krisis yang akan dijumpai dalam kehidupan
mendatang. Dalam pandangannya Erikson mengemukakan bahwa :
1)
Anak adalah makhluk yang aktif dan penjelajah yang
adaptif, yang selalu berupaya untuk mengontrol lingkungannya, dan anak bukanlah
makhluk yang pasuf yang mau begitu saja dibentuk oleh kedua orang tuanya.
2)
Ego berfungsi utuk memahamki realitas dunia
sosial agar indivbidu yang bersangkutan mampu menyesuaikan diri dan dapat
menampilkan suatu pola perkembangan pribadi yang normal.
3)
Secara mendasar manusia adalah mskhluk yang
nrasional, pikiran, perasaan dan tindakannya sebagian besar dikomtrol oleh ego.
Ketiga pandangan tadi yang
membedakannya dengan Freud tantang manusia. Selanjutnya Erikson mengatakan
lebih baik memperhatiokan perkembangan psikososial sepanjang rentang kehidupan
dari pada perkembangan psikoseksual yang dasarnya biologis dan hanya sampai masa remaja. Disamping itu juga
Erikson menyatakan bahwa perkembangan emosi jauh lebih penting bagi kehidupan
seseorang dari pada perkembangan seksual.
Seluruh rentang kehiduapn manusia terdiri atas dleapan tahap, dan selam
hidupnya manusia akan menghadapi delapan macam krisis/konflik. Pada umumnya
setiap krisis lebih bersifat ‘sosial’ dan mem punyai imlikasi yang sangat nyata
terhadap masa depan individu yang bersangkutan. Kedelapan tahap tersebut
sebagai berikut :
1). Tahap 1 :
Basic Trust Versus Mistrust ( + sejak lahir sampai 1
tahun)
2). Tahap 2 : Autonomy Versus Shame doubt ( + pada
usia 2 tahun
sampai
3 tahun).
3). Tahap 3 : Initiative Versus Guilt ( + pada usia
4 tahun sampai 5
tahun)
4). Tahap 4 : Industry Versus Inferiority ( + pada
usia 6 tahun sampai
pubertas)
5). Tahap 5 :
Identity and Repudiation Versus Identity Diffusion (masa
remaja)
6). Tahap 6 :
Intimacy and Solidarity Versus Isolation (masa muda)
7). Tahap 7 :
Generativity Versus Stagnation and Self Absorption
(masa dewasa)
8). Tahap 8 : Integrity Versus Despair (masa tua)
c.
Prinsip Epigenetik
Yaitu suatu prinsip yang didasarkan pada pandangan bahwa sesuatu yang
tumbuh itu mempunyai rancangan dasar, dan dari rancangan dasar itulah
bagian-bagiannya akan bermunculan, di mana setiap bagian mempunyai pengaruh
tersendiri, jika seluruh bagian itu telah dimunculkan maka akan terbentuklah
suatu kesatuan yang berfungsi.
Sebagai manusia anak tidak dikendalikan insting maupun di “cetak” oleh
pengaruh lingkungan. Tetapi anak adalah seorang pengkonstruk (contructivist).
Yaitu seorang penjelajah yang aktif, selalu ingin tahu, selalu menjawab
tantangan lingkungan sesuai intepretasi (penafsirannya) tentang cirri-ciri
esensi yang ditampilkan lingkungan.
Konstruksi anak tentang
realitas (intepretasinya tentang lingkungan) tergantung pada tingkat perkembangan
kognitifnya. Dengan demikian perkembangan kognitif anak ditentukan oleh:
a.
Bagaimana anak menanggapi kejadian-kejadian yang ada
dalam lingkungannya dan
b.
Apa efek dari kejadian-kejadian tersebut terhadap
perkembangan anak tersebut.
Anak yang usianya berbeda akan membuat
kesalahan berbeda pula dalam menjawab tes intelegensi, selanjutnya Piaget
menyimpulkan bahwa intelegensi itu suatu atribut yang multidimensional.
a.
Intelegensi menurut pandangan Piaget
1). Intelegensi adalah suatu fungsi kehidupan yang
mendasar yang membantu organisme untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
2). Satu-satunya tujuan aktivitas intelektual adalah
untuk mencapai keseimbangan
3). Lingkungan
itu adalah suatu tempat yang menarik dan penuh dengan pelbagai rangsangan baru
yang tidak segera dapat dipahami anak yang aktif dan penuh rasa ingin tahu.
4).
Intelegensi adalah suatu atribut yang sangat majemuk, yang terdiri dari
tiga komponen yang saling berhubungan yaitu isi intelegensi, struktru kognitif,
dan fungsi intelektual.
b.
Tingkat perkembangan kognitif
Tingkat perkembangan kognitif manusia terdiri
dari empat metode, yaitu :
1).
Periode sensori motor ( + sejak lahir hingga usia 2 tahun )
2).
Periode praoperasional ( + usia 2 tahun hingga 7 tahun )
3).
Periode operasional konkret ( + usia 7 tahun hingga 11 tahun )
4).
Periode operasional formal ( + usia 11 tahun hingga 15 tahun )
Menurut Bandura, dalam situasi sosial individu bisa belajar lebih cepat
hanya dengan mengamati atau melihat perilaku orang lain. Dalam melakukan
pengamtan terkait juga unsure kognitifnya, yakni adanya proses di dalam diri
yang mewakili obyek-obyek yang nyata di luar apa yang diamati melalui alat
inderanya. Proses tersebut kemudian menjadi dasar bagi munculnya tingkah laku
yang sesuai dengan apa yang telah
diamati (Gunarsa, 1981). Individu mengamati perilaku tertentu melalui empat
fase seperti yang dikemukakan oleh Bandura (1973), Gunarsa (1981), dan Gage dan
Berliner (1984) sebagai berikut :
a.
Fase memperhatikan (attention)
Fase ini
merupakan dasar dari suatu proses pengamatan. Tidak adanya perhatian yang
terpusat, sulit bagi individu untuk melakukan pengamatan dan pembelajaran
secara intensif. Berkembangnya perhatian individu terhadap suatu obyek dalam
hal ini perilaku dari modal tertentu
berkaitan erat dengan adanya ingatnya. Dalam hal ini seberapa jauh kapasitas
individu untuk mengingat berbagai stimulus yang diterimanya. Pada anak berusia
sekolah perhatian lebih bersifat “sustained attention”, sementara “selective attention”
adalah kemampuan untuk memilih salah satu dari sekian banyak stimulus yang
datang padanya. Remaja tertarik dan menaruh perhatian terhadap perilaku model
tertentu, karena model tersebut dipandangnya sebagai yang hebat, unggu,heroik,
berkuasa atau anggun berwibawa. Di
satu pihak berkembangnya perhatian pula oleh adanya kebutuhan dan minat
pribadi. Semakin erat hubungannnya antara kebutuhan dan minat dengan perhatian,
semakin kuat daya tariknya terhadap perhatian tersebut, dan demikian pula
sebaliknya.
b.
Fase menyimpang (retention)
Fase ini merupakan kelanjutan dari fase perhatian.
Setelah memperhatikan dengan seksama, dan
mengamati perilaku dari model tertentu maka pada saat lain individu akan
memperhatikan tingkah laku yang sama dengan model tersebut, Ini berarti
individu memperhatikan, mengingat dan menyimpan stimulus yang diterimanya dalam
“long term memory” dalam bentuk
symbol-simbol. Menurut Bandura, bentuk-bentuk symbol tersebut tidak hanya
diperoleh melalui pengamatan visual, tetapi juga melalui verbalisasi. Ada
symbol-simbol verbal yang nantinya bisa ditampilkan dalam perilaku yang tampak.
Pada anak-anak yang kekayaan verbalnya masih terbatas, maka kemampuan menirunya
hanya terbatas pada kemampuan untuk melakukan simbolisasi melalui pengamatan visual.
c.
Fase mereproduksi (reproduction)
Fase ini
berkaitan dengan kemampuan motorik individu dalam mereproduksi perilakunya
secara tepat. Misalnya, seorang remaja mengamati dengan penuh perhatian
bagaimana ayahnya mengendarai mobil. Semua hasil pengamatan tersebut
dicamkannya dalam “long term memory” untuk sewaktu-waktu direproduksi ulang.
Dalam hal ini dituntut keterampilan motorik tertentu dari diri remaja untuk
mempraktekkan apa yang sudah dilihat dari ayahnya.
d.
Fase motivasi (motivation)
Apakah hasil pengamatannya
terhadap perilaku modal tertentu akan diwujudkan dalam perilaku nyata ? Hal ini
tergantung pada ada atau tidaknya motivasi dalam diri individu. Apabila
motivasinya kuat untuk mewujudkan perilaku tersebut dalam bentuk nyata, maka ia
akan melakukannya. Sering kali motivasi berhubungan pula dengan ada tidaknya
factor penguat terhadap perilaku tersebut, baik penguat dalam bentuk pemberian
pujian ataupun hadiah. Selain motivasi perlu pula adanya pengulangan terhadap
perbuatan tersebut,hal ini berguna untuk memperkuat ingatannya. Mengulang suatu
perbuatan untuk memperkuat perbuatan tertentu, disebut sebagai ulangan
penguatan.
Penganut teori ini pada dasarnya berpandangan bahwa pada dasarnya
setiap manusia mempunyai dorongan yang sangat kuat untuk merealisasikan seluruh
potensi yang dimilikinya, mencapai aktualisasi diri (self actualization).
Mereka juga berpandangan holistik terhadap perkembangan manusia, yaitu manusia
itu harus dilihat sebagai lebih dari sekadar sekumpulan dorongan-dorongan,
instink-instink, atau pengalaman masa lalu. Bagi mereka setiap orang adalah
manusia seutuhnya, unik dan patut dihargai. Pandangan ini dikenal pula sebagai
eksistensialisme dan psikologi fenomenologi yaitu pandangan yang mencoba untuk
memahami perilaku dari sudut pandang perilaku itu sendiri dan bukan dari sudut
pengamat.
Dalam teori ini dikemukakan tentang hubungan antara konsep diri dengan
perilaku seseorang selalu sejalan dengan konsep dirinya.
Dua pakar
dalam pendekatan ini adalah Abraham Maslow dan Carl Rogers.
a.
Abraham Maslow
Berbeda dengan psikolog yang biasanya berkutat dengan masalah-masalah
psikologis yang diderita oleh para klien, perhatian Maslow malah lebih
ditujukan kepada orang-orang yang sehat secara mental. Maslow (1968, dalam Berger 1983 : 42) menyatakan bahwa “sifat
manusia tidaklah seburuk seperti apa yang dipikirkan selama ini, dan sebaiknya
kita bertolak dari sudut pandangan bahwa sebagian besar manusia adalah sehat”.
Maslow beranggapan bahwa manusia bukanlah hanya sekedar salah satu
jenis binatang, melainkan adalah makhluk yang lebih tinggi derajatnya.
Manusia dapat menerima dirinya seperti apa adanya dan menikmati hidup,
termasuk pada waktu mengalami saat-saat yang membahagiakan yang disebut Maslow
sebagai pengalaman puncak yaitu apabila seseorang merasa hidup dalam harmoni
dengan Tuhan, alam, dan atau manusia lainnya.
Menurut Maslow, setiap orang dalam dirinya mempunyai sifat dasar
sendiri dan memiliki motivasi yang sangat kuat untuk mengekspresikan sifat
tersebut. Akan tetapi setiap orang pada mulanya harus dapat meyakinkan dirinya
bahwa ia mampu memenuhi tuntutan pokok kelangsungan hidupnya, yaitu pemenuhan
kebutuhan dasar yang dituntut oleh semua makhluk hidup yang dimulai dari
kebutuhan dasar yang umum sifatnya seperti makanan dan air, lalu terus
meningkat sampai dengan kebutuhan yang khas manusiawi. Walaupun Maslow tidak
mengatakan bahwa hirarkinya itu satu perkembangan, namun urutan susunannya
tampak sebagai suatu perkembangan.
b.
Carl Rogers
Rogers setuju dengan Maslow yang
menyatakan bahwa semua orang, bahkan juga kanak-kanak, selalu berusaha untuk
mengaktualisasikan potensi mereka atau dengan perkataan Rogers mencoba menjadi manusia yang berfungsi
penuh ( a fully functioning human being) (Rogers, 1981 dalam Berger 1983 ; 44).
Rogers percaya
bahwa setiap manusia mempunyai suatu ideal self
atau jati diri yang ideal, yaitu keinginan diri untuk menjadi seseorang
yang sesuai dengan harapan idealnya sendiri. Orang yang sehat selalu berusaha
sekuat tenaga untuk menjadi sedekat mungkin dengan jati diri yang ideal
tersebut. Hal ini dapat dicapai dengan dua cara. Pertama, dengan cara
meningkatkan mutu jati diri yang nyata ada (real self) dan kedua, dengan cara
memodifikasi jati diri yang ideal itu agar dapat mencakup berbagai variasi
emosi dan perilaku sehingga dapat menjadi seseorang yang lebih jujur dan
realistic.
Rogers juga percaya bahwa dalam proses menjadi seseorang yang berfungsi
penuh, diperlukan panduan dari dan oleh orang-orang yang penting dalam hidup
kita, yaitu orang-orang yang dapat digolongkan sebagai “significant others”
(orang-orang yang berarti) seperti orang tua atau teman-teman karib kita yaitu
orang-orang yang merawat kita dan mencintai, menerima dan menghargai kita
apapun yang kita perbuat (orang-orang yang bersikap positif tanpa syarat).
Teori humanistic yang penuh dengan segala kemungkinan
ini, juga menarik bagi para ahli psikologi perkembangan karena mereka
berpandangan bahwa perkembangan fisik, kognitif, dan psikososial dapat terjadi
dalam setiap tahap dari kehidupan, mulai dari kelahiran sampai akhir kehidupan.
Segi lain yang menarik, dari teori humanistic adalah sudut pandangnya yang
luas, yang memungkinkan para peneliti untuk memandang perkembangan sebagai
suatu keseluruhan, suatu perbaikan terhadap pandangan para penganut teori
perilaku (behaviorist) yang agak sempit itu. Hal lain yang menarik dari teori
humanistic ini adalah tekanannya pada potensi manusia sebagai dasar dari
perkembangan manusia, dan hasil ilmiahnya dapat diterjemahkan ke dalam
program-program praktis untuk merangsang dan meningkatkan perkembangan secara
optimal.
No comments:
Post a Comment